Nama Asli beliau adalah
Shubhi Abdul Aziz Abu Sittah
Al-Jauhari. Sering juga dikenal
dengan sebutan Muhammad
Athef. Amerika lebih kenal
siapa dia daripada kita,
karena saking takutnya
mereka. Lahir di Mesir pada
17 Januari 1958. Bergabung
dengan mujahidin Afghan
tahun 1402 H, tujuan beliau
untuk mengajari mujahidin
lainnya tentang ilmu-ilmu
kemiliteran. Sebab beliau
adalah mantan tentara
Angkatan Bersenjata Mesir.
Beliau melatih para pemuda
mujahid di sana.
Beliau ikut dalam
pertempuran Ma ’sadatul
Anshor, ketika Alloh
menangkan mujahidin atas
kekuatan paling ganas di bumi
kala itu, Uni Soviet.
Diceritakan bahwa hujan bom
dari pesawat terus menerus
mendera tanpa henti selama
beberapa hari, sahut
menyahut dengan balasan
suara senjata roket anti
pesawat. Perlawanan ini
dilancarkan mujahidin untuk
memberi peringatan kepada
Soviet agar segera angkat
kaki dari Afghanistan, apalagi
agresi mereka saat itu tidak
membuahkan hasil
kemenangan, justru berbagai
kerugian. Para jendral Soviet
sempat memberi kesempatan
terakhir kepada Abu Hafsh
agar keluar dari Afghanistan.
Mereka mengancam akan
mendesaknya hingga ke
perbatasan Pakistan. Tetapi,
sekelompok kecil mujahidin
berhasil mematahkan
gempuran mereka, yang
jumlahnya tak lebih dari 70
pemuda seusia SMA
sebagaimana diceritakan
sendiri oleh Syaikh Usamah -
hafizahulloh-. Pasukan
beruang merah berhasil
dikalahkan hanya semata-
mata karena anugerah dari
Alloh.
Bahkan konon, ada seorang
pemuda arab berperawakan
kurus kering yang berhasil
membunuh tiga bule Rusia
sekaligus hanya dengan
sebutir peluru senapan jenis
PK, padahal ketiganya adalah
dari kesatuan elit sekelas
Comandoss. Saking
profesionalnya pasukan elit ini
-masih menurut penuturan
Syaikh Usamah-, mereka
berhasil mendekati daerah
mujahidin tanpa terdeteksi
gerak-geriknya, mereka
menggunakan suara burung
pipit sebagai kode.
Singkatnya, daerah ini telah
terkepung oleh berbagai
peralatan canggih dan
pasukan terelit yang dimiliki
Russia. Akan tetapi Alloh
berkendak untuk menolong
hamba-hamba-Nya yang
bertauhid, sehingga nyatalah
apa yang Alloh firmankan:
“Jika Alloh menolong kalian,
tidak ada yang mampu
mengalahkan kalian …”
“Betapa seringnya, satu
kelompok yang sedikit
mengalahkan kelompok yang
banyak atas izin Alloh, dan
Alloh bersama orang-orang
yang bersabar. ”
Tokoh kita ini, ikut ambil
bagian cukup besar dalam
pertempuran sengit kali ini.
Tetapi Alloh belum takdirkan
ia menemui kesyahidan,
barangkali di sana ada hikmah
yang hanya Alloh yang tahu.
Begitu pertempuran di Jaji
reda, beliau ikut dalam
mengatur pertempuran-
pertempuran di Jalalabad.
Pertempuran kali ini tak kalah
sengitnya. Beliau
menggunakan taktik perang
gerilya. Alhamdulillah, sekian
pesawat berhasil dirontokkan,
tank-tank baja mampu diluluh
lantakkan, dan banyak sekali
musuh-musuh Alloh itu yang
terbunuh. Pada kesempatan
ini, Abu Hafsh termasuk orang
yang beruntung.
Selesai perang Afghan,
suasana politik dalam negeri
berubah. Mulailah terjadi
pertempuran-pertempuran
antar kelompok untuk
memperbutkan kursi
kekuasaan. Dalam fitnah ini,
beliau memilih untuk tidak
campur tangan. Bersama
sahabat dekatnya, Usamah bin
Ladin, beliau hijrah ke Sudan
untuk menyiapkan kekuatan
dalam rangka membebaskan
umat Islam dari kehinaan.
Terutama membebaskan
tanah wahyu -Jazirah Arab-dari
penjajahan Amerika Serikat.
Langkah pertama yang beliau
tempuh adalah mengajak para
pemuda Islam untuk terjun ke
medan pertempuran di
Somalia yang kala itu diduduki
oleh pasukan AS. AS memiliki
misi terselubung untuk
menjajah negeri tersebut,
meski beralasan hendak
mendamaikan antar kelompok
yang bertikai. Sama dengan
ketika menjajah Jazirah Arab
sebelumnya.
Pertempuran di sini tidak
berlangsung lama, Amerika
terlalu pengecut untuk
berhadapan dengan mujahidin.
Dalam perang ini, AS
mengalami nasib naas dengan
dijatuhkannya satu helikopter
Black Hawk-nya. Sebenarnya
tidak seberapa yang tewas
dari mereka, namun mereka
sudah tidak sanggup lagi
melanjutkan pertempuran.
Dan tak lama setelah itu,
Clinton mengumumkan
penarikan pasukannya dari
Afrika Timur. Semua ini
menghancurkan mitos bahwa
Amerika adalah negara adi
daya, yang tidak bisa
dikalahkan oleh kekuatan
manapun di dunia ini. Seolah
dunia menjadi faham setelah
itu, bahwa kekuatan AS tak
lebih sekedar propaganda di
film-film.
Pasca peperangan di Somalia,
para petinggi Al-Qaeda -
termasuk di antaranya beliau,
Abu Hafsh- mulai yakin bahwa
mereka mampu mengalahkan
Amerika, walau dengan
sedikit persenjataan, maka
mereka mulai berfikir
bagaimana menyiapkan para
pemuda Islam -terutama Arab-
untuk menghadapi
peperangan berikutnya
melawan Amerika. Akhirnya,
mereka memutuskan untuk
membuat kamp-kamp tadrib
(latihan militer) untuk para
pemuda Islam.
Setelah pemerintah Sudan
menyelisihi kesepakatan dan
prinsip bersama yang telah
disepakatinya bersama
mujahidin, mereka meminta
Syaikh untuk meninggalkan
Sudan, karena tekanan dari
Amerika. Padahal, beliau
telah memberikan banyak
sumbangsih dalam
perkembangan sarana di sana,
yang pemerintah sendiri tidak
mampu melakukannya.
Akhirnya, Syaikh Usamah, Abu
Hafsh, beserta mujahidin
lainnya harus berhijrah
kembali ke bumi Afghanistan,
bumi hijrah dan jihad, untuk
memulai kembali tahapan
jihad yang sudah tidak sabar
lagi untuk mereka mulai.
Karena ketika itu di
Afghanistan telah tegak
pemerintahan yang
menerapkan syariat Alloh,
berwali kepada orang-orang
beriman yang jujur, serta
memusuhi musuh-musuh
Alloh, maka tidak terlalu sulit
bagi Syaikh untuk membangun
kamp latihan. Sejak awal
berdirinya, pemerintahan yang
dipimpin oleh Syaikh Mujahid
Mulla Muhammad ‘Umar ini,
sudah mengumumkan
penerapan syariat Alloh.
Maka para pemuda Islam dari
berbagai penjuru dunia
berdatangan ke sana untuk
mengikuti latihan militer.
Program pertama pun
terlaksana.
Program berikutnya, serangan
yang begitu menyakitkan
terhadap “berhala modern”
Amerika dalam sebuah
amaliyah yang mengagetkan
seluruh dunia. Yaitu dibomnya
markas Intelejen CIA di Afrika
(kedutaan AS di Nairobi dan
Darus Salam). Ketika itu,
gema takbir membahana di
mana-mana di seantero
Afghanistan dan dunia Islam.
Karena itulah pukulan
pertama dari mujahidin
terhadap “biang segala
kerusakan dan kekufuran” ,
Amerika. Tetapi satu hal yang
harus kita catat, perancang
serangan ini adalah Syaikh
Abu Hafsh Al-Mishri, tokoh
yang sedang kita bicarakan
sekarang. Setelah aksi
serangan ini, para pemuda
dari berbagai belahan dunia,
baik arab maupun non arab,
kulit hitam atau kulit putih,
semakin bersemangat untuk
ikut serta dalam program
tadrib Al-Qaeda.
Sudah menjadi perkara yang
dimaklumi bersama ketika itu,
Syaikh Abu Hafsh adalah
sosok yang tidak suka berdiam
diri dan berpangku tangan,
tidak pernah bosan untuk
beramal. Sehingga beliaulah
yang akhirnya menjadi
penanggung jawab kamp-
kamp latihan di sana, beliau
pula yang menjadi
penanggung jawab operasi-
operasi yang akan
dilancarkan. Dan beliau juga
yang bertanggung jawab
mengurusi urusan administrasi
dan pendanaan. Maka
memang beliau bisa disebut
sebagai tangan kanan
daripada Syaikh Usamah bin
Ladin -hafidzahulloh-.
Karena Amerika mendengar
keberanian dan kepiawaian
Abu Hafsh dalam
melancarkan berbagai operasi
serangan, Amerika
memasukkannya pada urutan
kedua para buron terorist
dunia yang paling dicari
setelah Syaikh Usamah bin
Ladin. Karena beliaulah yang
menjadi wakil Syaikh Usamah
setelah komandan Abu
Ubaidah Al-Pansyiri syahid.
Amerika mengerti bahwa
orang ini sangat berbahaya,
maka mulailah dinas intelejen
mereka merencakan dan
melakukan berkali-kali usaha
pembunuhan terhadap beliau.
Akan tetapi Alloh Ta ’ala masih
melindungi beliau.
Selang tak berapa lama,
terjadi peristiwa peledakan
kapal Destoyer USS Cole di
teluk Adn. Syaikh Abu Hafsh
punya peran besar dalam aksi
serangan ini, beliau turut
merencanakan dan mengatur
jalannya operasi. Begitu
mendengar serangan ini
berhasil, diceritakan bahwa
Syaikh Usamah langsung
mengacungkan senapan AK 47
nya ke langit dan
menembakkan beberapa
rentetan peluru, sembari
berteriak bahagia, “Ini adalah
pembalasan untuk darahmu,
wahai Mihdhar …” Mihdhar
adalah Syaikh Abul Hasan Al-
Mihdar, yang dibunuh oleh
fihak Amerika melalui tangan
bonekanya di penguasa
Yaman, Presiden Ali Abdulloh
Sholeh.
Kapal ini tadinya juga
berangkat untuk memberikan
bantuan kepada yahudi dalam
memerangi para mujahidin
Palestina. Serangan ini
menampakkan pengkhianatan
negara-negara arab yang
ternyata justeru memberikan
simpatinya kepada Amerika.
Setelah operasi kali ini,
Amerika mulai menyiapkan
strategi serangan militer
untuk diarahkan kepada
mujahidin di Afghanistan,
persiapan ini tidak diekspos
kepada dunia. Tetapi,
Alhamdulillah, gerakan-
gerakan ini tercium oleh
mujahidin, sehingga mereka
harus mendahului menyerang
-sebab cara bertahan terbaik
adalah menyerang-. Akhirnya,
mujahidin berhasil mengukir
sejarah yang sungguh teramat
sulit dilupakan oleh Amerika,
dan mengangkat kepala
seluruh kaum muslimin. Yaitu,
aksi istisyhadiyah yang
merontokkan pusat
perekonomian dan pertahanan
mereka. Mujahidin berhasil
menyerang Amerika terlebih
dahulu pada 11 September
2001, dengan menabrakkan
pesawat ke menara kembar
WTC dan gedung Pentagon.
Dalam operasi kali inipun,
Syaikh Abu Hafsh-lah yang
menjadi penanggung jawab
langsung. Beliau memilih
beberapa orang pemuda,
mentraining mereka, dan
mengingatkan mereka agar
selalu bersandar kepada Alloh
Ta ’ala. Maka para pemuda
itupun berangkat ke negara
kafir itu, bukan untuk
bermaksiat sebagaimana
dilakukan kebanyakan
pemuda hari ini. Mereka
datang untuk membinasakan
Amerika, mereka hanya
bertawakkal kepada Alloh dan
kemudian menentukan
langkah-langkah yang akan
ditempuh dengan sedemikian
detail, serta kapan operasi
akan dilaksanakan.
Sementara itu, di bumi ribath,
Afghanistan, para mujahidin
tak henti-hentinya berdoa
kepada Alloh agar menolong
ikhwan-ikhwan mereka dan
memberikan kemenangan
melalui tangan mereka. Doa
mereka dikabulkan oleh
Alloh. Terjadilah ledakan
besar seperti telah
direncanakan, bahkan
ternyata lebih dahsyat. Gema
takbir terus bergema di bumi
Afghanistan, mengiringi
kemenangan bersejarah ini.
Kaum muslimin di berbagai
penjuru dunia, terutama
Palestina, sampai ada yang
menangis karena ternyata
Alloh masih menyiapkan
orang-orang yang membela
dan membalaskan sakit hati
mereka karena terus ditindas.
Mereka adalah orang-orang
yang tidak menonjol
kepribadiannya tapi tinggi
ketakwaannya, yang bekerja
di balik tabir semua orang,
dan di antaranya adalah
syaikh kita, Abu Hafsh Al-
Mishri.
Dan, sudah bisa ditebak. Pasca
serangan ini, Amerika menjadi
linglung dan menggila. Iapun
segera mengumumkan
genderang perang salib
terhadap dunia Islam,
terutama Afghanistan. Dan
yang disayangkan, negara-
negara Arab justru berdiri di
fihak Amerika. Karena
Amerika menghembuskan
ancaman mematikannya:
“Bersama kami, atau bersama
terorist.” Inilah serial perang
Salib paling ganas yang
pernah menimpa dunia Islam
sejak diutusnya Nabi
Muhammad SAW.
Abu Hafsh tidak kemudian
berhenti membuat
perencanaan, beliau terus
menggalang para pemuda
untuk melakukan persiapan.
Sebab sekarang adalah bulan
Shafar, harus ada perang. Dan
perang kali ini sangat
menentukan, perang
eksistensi negara Islam.
Benar saja, Amerika mulai
menghujani Afghanistan
dengan berton-ton bom. Rata-
rata satu bom memiliki berat
hingga tujuh ton. Perburuan
terhadap Syaikh Usamah CS
semakin meningkat, terutama
di awal-awal agresi AS.
Bahkan mereka menyewa
mata-mata untuk menguntit
pergerakan mujahidin,
menyebarkan pengumuman
hadiah besar bagi yang bisa
menunjukkan keberadaan
Syaikh dan ikhwan-ikhwannya.
Tetapi meski perburuan yang
ketat, Abu Hafsh tidak
kemudian lemah nyali. Beliau
terus melatih para pemuda
untuk melancarkan serangan
menyakitkan berikutnya
kepada Amerika. Padahal
ketika itu, beliau menderita
penyakit tulang karena efek
dari jihad yang beliau lakukan
dulu. Makanya, beliau
menghimbau kepada para
mujahidin muda untuk tidak
terlalu memaksakan diri
menghadapi cuaca yang
teramat dingin. Karena beliau
terkena penyakit ini ketika
berlangsung pertempuran di
Jaji, ketika beliau masih muda
dan tidak peduli dengan
dinginnya udara. Sehingga
baru terasa pengaruhnya
ketika beliau tua.
Syaikh Abu Hafsh tak hentinya
memanjatkan doa agar
dikaruniai kesyahidan. Dan
akhirnya Allohpun
mengabulkan doa beliau -
nahsabuhu kadzalika, wallohu
hasibuhu-.
Komandan Abu Hafsh sangat
mirip dengan Syaikh Usamah
bin Ladin, baik postur tubuh,
jenggot, bahkan raut
mukanya. Beliau terpaksa
harus berpisah dengan Syaikh
Usamah dan para mujahidin
lainnya, untuk kebaikan kaum
muslimin juga, agar mereka
tidak terlalu terpengaruh
dengan terbunuhnya sosok
seorang pemimpin. Kisah
gugurnya beliau adalah
sebagai berikut:
Suatu malam di bulan
Romadhon penuh berkah,
selepas berbuka puasa, beliau
ada jadwal berkumpul dengan
singa-singa Alloh yang telah
beliau siapkan untuk
melancarkan operasi
istisyhadiyah besar di
Palestina. Selesai memberikan
brifing terakhir kepada
mereka dan melengkapi
kekurangan-kekurangan yang
dianggap perlu, beliau
memberi nasehat kepada
mereka tentang tanggung
jawab kita terhadap umat di
hadapan Alloh kelak.
Selesai pertemuan, singa-singa
itu pergi untuk menyantap
hidangan sahur di rumah salah
seorang ikhwah. Begitu
memasuki rumah, Abu Hafsh
merasa ada seseorang yang
menguntit dirinya tanpa
disadari oleh ikhwan-ikhwan
yang lain. Akhirnya beliau
memutuskan untuk pindah ke
rumah yang lain. Sesampainya
di rumah yang baru, dugaan
beliau benar, ada seorang
mata-mata dari penduduk asli
Afghan yang menguntit beliau.
Melihat postur tubuh dan
jenggotnya, mata-mata ini
mengira beliau adalah Syaikh
Usamah. Maka ia meletakkan
sekeping logam di dekat
rumah tadi dan memberikan
pesan kepada Amerika akan
keberadaan Syaikh Usamah di
rumah ini. Tak lama
berselang, pesawat-pesawat
mereka datang dan
menembakkan jet-jetnya
dengan deras, sehingga
mereka mengira dengan
sesingkat itu mampu
memadamkan api jihad yang
tengah membara dengan
terbunuhnya Syaikh Usamah.
Rumah sederhana itu luluh
lantak dengan rudal-rudal
mereka, syaikh Abu Hafsh dan
ikhwan-ikhwan yang
menyertai beliau akhirnya
gugur untuk berjumpa Alloh
Ta’ala. Kesyahidan menjemput
mereka seperti yang mereka
cita-citakan. Mereka syahid
dalam kondisi berniat
menyerang musuh, tak
mundur sedikitpun. Adapun
kalau setelah itu syahid, justru
itu lebih baik bagi mereka.
Asalkan niat mereka tetap
lurus.
Keesokan harinya, ikhwan-
ikhwan mencari jenazah beliau
di bawah reruntuhan rumah.
Mereka menemukan jasad
beliau layaknya orang tidur.
Terpancar cahaya dan
sunggingan senyum di
wajahnya. Dan anehnya,
beliau tidak mengalami luka
sedikitpun, dari tubuh beliau
juga menyebar aroma misik
yang tercium oleh semua yang
hadir.
Musuh-musuh Alloh gembira
betul mendengar berita
kematian beliau. Sebaliknya,
mujahidin sangat sedih dan
terpukul dengan peristiwa ini.
Mereka menangis karena
harus berpisah dengan syaikh,
ayah, paman, dan kakak
mereka yang satu ini. Dulu,
beliau dikenal sangat simpati
kepada pemuda yang mau
berjihad, beliau menganggap
mereka sebagai orang-orang
yang lebih baik daripada
beliau. Menurut beliau,
mereka bersedia datang ke
Afghan untuk tadrib dan jihad
adalah sebuah kelebihan
tersendiri.
Beliau dikenal sangat baik
budi pekertinya, apalagi
terhadap para mujahidin.
Bahkan kepada para pekerja
Afghan yang miskin. Beliau
cinta mereka dan merekapun
cinta beliau. Semua orang
seolah mencintai beliau.
Bahkan, kalau anda
bermajelis sekali saja dengan
beliau, anda akan langsung
mencintai beliau. Sesekali
menghadapkan wajahnya
kepada fulan, kemudian
tersenyum kepada yang lain,
kemudian merangkul pundak
fulan. Begitulah, beliau
mencontoh Rosululloh SAW
dalam semua hal, sampai
urusan tersenyum.
Di antara bentuk kecintaan
beliau terhadap Syaikh
Usamah adalah, beliau
menikahkan putrinya dengan
putra Syaikh yang bernama
Muhammad.
Tadinya, beliau berencana
membentuk kesatuan tentara
Islam yang profesional untuk
membebaskan negeri-negeri
kaum muslimin. Beliau selalu
menghimbau kepada setiap
pemuda yang ikut latihan
untuk mendalami bidang
kemiliteran yang dikuasai
masing-masing secara
profesional. Hal ini beliau
maksudkan, agar mereka
nanti menjadi acuan dalam
pembentukan kesatuan ini.
Akan tetapi, Alloh
berkehendak lain. Beliau
wafat sebelum rencana beliau
terwujud. Namun, Insya Alloh,
para perwira sepeninggal
beliau tetap akan bertekad
mewujudkan rencana beliau
ini, semuanya tentu berpulang
kepada pertolongan Alloh
yang Mahaperkasa.
Ikhwan-ikhwan menguburkan
beliau sembari menangis.
Menangis sedih sekaligus
bahagia. Sedih karena
berpisah dengan syaikh dan
ustadz mereka. Bahagia
karena beliau menemui apa
yang beliau cita-citakan
selama ini, sebab beliau sudah
lama berjihad dan tidak
kunjung dikarunia kesyahidan.
25 tahun lebih dari umurnya
beliau habiskan untuk
membela agama Alloh, dan
berjuang menegakkan daulah
Islam, serta menghinakan
musuh-musuh Alloh, dari
kalangan yahudi, salibis, dan
lain-lain.
Semoga Alloh mencurahkan
rahmat-Nya kepada beliau,
dan menempatkannya di
tempat para syuhada. Amin.